Kau tau, Kasih? Apa yang dikatakan mereka itu benar. Yang mereka katakan tentang cinta tanpa kepercayaan itu bagai kapal tanpa kompas, memang benar. Kasih, bagaimana menurutmu?
Kepercayaan memang menjadi fondasi dalam sebuah hubungan. Tanpanya, apa yang dicoba dibangun tidak akan bertahan lama, benar kan, Kasih?
Kasih, mengapa kau selalu menganggap bahwa aku tidak lagi memercayaimu? Kau bilang karena aku tidak lagi memberitaukan alasan dan penyebab perubahan dari sikapku.
Kau salah, Kasih. Bukan aku tidak memercayaimu. Ini semua karena aku merasa jika aku memberitaukan alasan dan penyebabnya, itu tidak akan mengubah apapun. Itu yang selama ini aku rasakan, Kasih.
Memang benar tidak ada ruginya. Tapi seperti yang kau tau, Kasihku, aku merasa percuma membahasnya. Seperti yang kau lakukan ketika kau salah paham, aku berusaha meluruskan pandanganmu, tapi kau bilang tidak perlu dibahas lagi. Sungguh, itu tidak enak.
Sama seperti itu, Kasih. Kau merasa tidak enak jika tidak mengetahuinya. Tapi memang, aku tidak ingin membahasnya. Aku lelah, Kasih. Kata maaf mampu mneguranginya, tapi tak mampu melupakannya.
Tetapi, sesungguhnya siapa yang tidak memiliki kepercayaan itu, Kasih? Aku atau dirimu? Aku sudah berusaha untuk menghilangkan kesedihan, tapi kau memulainya lagi dengan berbagai prasangka yang sungguh jauh dari yang bisa kubayangkan.
Aku kali ini tidak mampu meluapkan emosiku dengan amarah, aku hanya bisa menangis, Kasih. Sudah jadi dini hari ke tiga, aku menangis dalam diam. Semuanya begitu sesak, Kasih. Mungkin kau merasakan hal yang sama.
Dan yang seperti sudah kita lihat, walaupun kecurigaan itu sudah terbuktikan salah, namun kepercayaan itu memang tidak ada, keresahan akan terus ada, ya kan, Kasih?
Tolong jangan salahkan aku, Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar