Pada pertemuan keempat (26/03/2018), perkuliahan SPM mengkaji tentang perkara pidana. Pertama, terdapat perbedaan antara perkara pidana dengan perkara perdata. Dalam perkara perdata, tidak ada memenjarakan orang. Sedangkan perkara pidana itu memenjarakan orang. Secara hukum terdapat Undang-Undang yang membedakan mana pidana, mana perdata.
Perdata : Kerugian yang diderita oleh para pihak, tidak memberi efek pada orang lain (efek tidak signifikan). Efeknya hanya kepada pihak yang bersangkutan. Sedangkan,
Pidana: Terdapat efek atau konsekuensinya berupa ketidaknyamanan atau ketidaktentraman (di masyarakat).
Source: https://asset.kompas.com/data/photo/2015/04/01/0915070eka-442780x390.jpg |
Oleh karena itu, perkara perdata, penegakan hukumnya diserahkan kepada para pihak yang bersangkutan. Sedangkan penegakan hukum perkara pidana diserahkan kepada negara (lebih aktif). Contoh: Ada pihak yang ingin membeli rumah, kemudian meminjam uang ke bank. Sebelumnya ada kontrak di atas kertas, tetapi kemudian terjadi masalah antara pembeli dan penjual. Hal ini termasuk ke dalam perkara perdata, karena efeknya hanya dirasakan oleh kedua pihak, dan tidak memengaruhi orang lain.
Untuk contoh perkara pidana, misalnya kasus pembunuhan. Dalam kasus tersebut ada yang mengetahui siapa pelaku sesungguhnya. Negara harus masuk ke dalam masalah tersebut. Bagaimana penanganannya, bagaimana penegakan hukumnya. Contoh kasus pidana lainnya adalah pencurian, penganiayaan, pemalsuan surat, penipuan, pencemaran nama baik, dan penggelapan.
Pelaku perilaku menyimpang memiliki "proses" atau faktor-faktor lain yang menyebabkannya seperti itu. Misalnya pengalaman melihat film-film (pembunuhan), atau melihat langsung kasus di masa lalu.
Tahapan-tahapan penanganan kasus, melalui instanti : 1. Kepolisian, 2. Kejaksaan, 3. Pengadilan, 4. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dalam penanganan oleh kepolisian ada yang langsung tangkap, ada yang dilakkan penyelidikan. Hal ini dilakukan untuk mencari tersangka, atau melengkapi berkas-berkas. Setelah itu, masuk ke kejaksaan. Lalu diajukan ke pengadilan, di sini pelaku disebut terdakwa. Di pengadilan, jaksa membela korban, dan terdakwa didampingi pengacara atau advokat. Selain itu terdapat hakim yang mengadilli, menentukan. Proses ini dilakukan di pengadilan negeri atau umum. Jika terdakwa tidak puas atas putusan pengadilan negeri, bisa diadili di pengadilan tinggi (banding). Kemudian bila di pengadilan tinggi juga belum selesai, dapat dilanjutkan kepada Kasasi (Mahkamah Agung). Hasilnya inkracht. Di dalamnya terdapat peninjauan kembali (PK) dan novum (alat bukti baru). Ketika sudah masuk ke lapas, disebut terpidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar