Rabu, 10 Mei 2017

Kuy Stop Catcalling!


Jadi gini, keinginan gua untuk meng-update blog gua ini adalah suatu keniscayaan.
But unfortunately, gua ngga punya inspirasi yang dapat menjadi topik untuk post yang ingin gua tulis itu.
Lalu, lagi-lagi gua mendapat tantangan, sebenernya gua juga yang minta untuk dikasih tantangan sih.
This challenge dikasih sama temen gua yang seorang deadliner profesional, pencinta kopi, sepakbola, sama game ludo bing, yang tidak perlu kita sebut namanya karena dia adalah orang yang udah terkenal.
Katanya, "bahas tentang Catcalling dong". Ngebaca gitu, sebenernya menurut gua berat juga bahasannya buat ditaro di blog gua. Because you know perfectly, blog gua isinya yaaaaaaaaa gitu aja. hehe
At least, gua nerima tantangan itu, karena gua pikir ya why not?
Pertama, gua (lagi lagi) meminta kemaklumannya karena tulisan ini dibuat tanpa rencana, dan sepersekian detik dari gua dapet tantangan itu gua langsung nyoba tulis di sini. Jadi, mohon maaf gitu ya kalo ada kurang kurang, hehe
Honestly, istilah Catcalling ini juga gua baru denger dari temen gua yang ngasih tantangan ini. Setelah gua cerita pengalaman gua yang bagi gua itu ngeselin banget aseli, baru kenal lah gua sama istilah itu.
Kalo gua disuruh mendefinisikannya, susah juga sebenernya. hehe
Awalnya gua mikir, catcalling itu sebuah frase yang terdiri kata cat dan calling. Ternyata oh ternyata, catcalling atau yang kata dasarnya adalah catcall berasal dari bahasa inggris yang artinya ejekan. Norak ya gua? hehe
Dan setelah gua telusuri lebih dalam, arti catcalling itu adalah "make a whistle, shout, or comment of a sexual nature to a woman passing by." itu pengertian dari google. Jadi maksudnya catcalling itu kegiatan atau aktivitas gitu ya yang biasanya sih dilakukan oleh orang yang berjenis kelamin laki-laki kayak bersiul, sautan atau teriakan, bisa juga komentar tentang sifat seksual dari perempuan yang lewat di hadapannya. gitu sih
Nah, catcalling ini termasuk ke dalam sexual harassment, tepatnya street harassment, karena emang terjadinya di jalan atau tempat umum gitu ya.
Gua ambil sampel kecil aja deh ya, di kota-kota yang menjadi tempat gua melakukan aktivitas keseharian ya kayak Jakarta dan Bekasi, catcalling itu udah jadi fenomena yang ngga asing lagi.
Victim atau korban dari catcalling ini bukan cuma perempuan dengan tampilan senonok, pakaian lebih terbuka, atau yang menunjukkan molek tubuh aja loh. Perempuan-perempuan berhijab kayak gua, dan banyak yang lebih tertutup pun dijadikan objek catcalling itu.
Bentuk catcalling ternyata ngga cuma yang bersifat verbal kayak siulan, sautan, atau komentar. Tapi, ada juga yang bentuknya nonverbal, lebih ke gerak tubuh atau mimik wajah kali ya. Contohnya semacam kedipan mata, tatapan lama yang tanpa kedip juga bisa dikatakan bentuk catcalling.
Ohiya, efek dari catcalling ini terhadap victim tuh ngga sembarangan loh. Perasaan ngga nyaman atau risih, perasaan ngga aman yang timbul dari korban, bikin ruang gerak di publik dan private juga terganggu. Ngga banyak perempuan yang jadi korban catcalling ini yang melawan atau setidaknya bersuara ketika mendapat perlakuan itu, termasuk gua. Gua sendiri lebih milih diem, walaupun dalem hati kesel sendiri.
Ceritanya, belom lama, gua mau pergi ke Bogor naik kereta. Gua berangkat dari stasiun Kranji, sehabis markir motor, jalan lah gua seorang diri ke loket pembelian tiket pasti ya. Pas gua ngelewatin segerombolan bocah SD - esde woy- di situlah gua menerima aksi catcall dari beberapa bocah laki SD yang ada di situ. Padahal sebelumnya, gua ngeliat, ngga jauh dari segerombolan bocah itu ada guru atau setidaknya orang dewasa yang lagi sama mereka. Seinget gua, mulai dari satu bocah yang ngelirik, eh ngga deng ngeliatin gua dari kejauhan, sampe gua lewatin tuh bocah, terus disiul-siulin, sampe temen yang lainnya juga ikutan, ada yang "weh-weh"in gitu juga.
Kalo ditanya, "kalo udah gini siapa yang mau disalahin?"
Susah juga jawabnya. Gampang deh kalo emang pelakunya bukan yang di bawah umur, ya emang itu orang udah ngga punya sopan santun. Tapi, kalo kayak bocah SD tadi, kayaknya beda lagi. Dari orang tua, temen sebaya, sekolah, sampe ke media massa udah barang tentu menjadi penanggung jawab ini. Mungkin karena fenomena kayak gini masih dianggap sepele, jadi menurut mereka ngga perlulah dikasih edukasi terkait catcalling ini. Padahal dampaknya berbahaya.
Balik melihat catcalling secara makro. Bagi kamu, kamu, kamu, kamu, yang pernah dan suatu saat mendapat perlakuan itu, sebaiknya sih ngelawan ya. Tapi lawannya cukup dengan buat eyecontact aja sama pelaku, sambil menghindari atau menjauhi pelaku tanpa perlu berinteraksi, Kalo emang udah parah sih, bales aja "ngomong apa mas barusan?", "ngapain mas barusan?", "sengaja?", "iya?", - "duel aja lah kita" - akh yang ini bercanda. Tapi wajarnya emang kesel gitu ya, bikin emosi. Nah upaya proteksinya gitu aja, girls.
Sepertinya isu ini emang perlu dikaji lebih dalam ya, biar catcalling ini berkurang atau malah terhapuskan. Misalnya dengan membuat peraturan perundang-undangan, toh catcalling juga termasuk pelecehan seksual kan. Biar pelaku ngga sembarangan, berikan sanksi juga selayaknya, sekenanya.
Jadi, intinya sih... ya paham lah ya. Jangan anggap catcalling sebagai hal yang sepele, karena emang bikin ngga nyaman! For the last, gua ngutip kata-kata dari sebuah tulisan bertema catcalling juga yang judulnya "Catcalling & Street Harrassment" yang ditulis oleh  Sasya Amanda, Fashion & Beauty Writer di kolom Her Say nya Cleo Indonesia, yaitu -
Remember, you deserve to walk in public space without being bothered or harassed.



n.p: untuk pemberi tantangan, jangan lupa rewardnya, tapi jangan ngasih stiker bang kumis joget doang.