Minggu, 25 Maret 2018

Review #2 Perubahan dan Penyimpangan

   Pada perkuliahan Sosiologi Perilaku Menyimpang pertemuan ketiga (19/03/2018), materi yang disampakaikan adalah mengenai perubahan dan penyimpangan. Seperti yang dijleaskan oleh Bapak Rahman selaku dosen mata kuliah SPM, pembahasan penyimpangan tidak bisa lepas dari yang disebut dengan masalah sosial. Meskipun penyimpangan berawal dari masalah dan semua penyimpangan adalah masalah sosial. Namun, tidak semua masalah sosial adalah penyimpangan. Misalnya kemiskinan, lingkungan hidup, kesejahteraan sosial, pengangguran, dan masalah pendidikan seperti rendahnya mutu pendidikan. Berdasarkan hal tersebut maka akan muncul pertanyaan, seperti mengapa contoh masalah sosial di atas tidak termasuk ke dalam penyimpangan? Kapan suatu masalah itu dikatakan penyimpangan?
   Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terdapat lingkupan dari kriminalitas, penyimpangan, dan masalah sosial yang perlu kita ketahui.
Berdasarkan gambar di atas, masalah sosial memiliki lingkup atau cakupan yang lebih luas. Di dalam msalah sosial terdapat ruang tentang penyimpangan. Dan dalam penyimpangan terdapat kriminalitas. Sehingga semua yang dikatakan kriminalitas, adalah penyimpangan dan masalah sosial. Namun tidak semua masalah sosial adalah penyimpangan ataupun kriminalitas.
   Dengan demikian, untuk mengetahui atau menentukan sesuatu itu menyimpang atau tidak, terdapat empat (4) ukuran secara sosiologis, yaitu: 1. Reaksi, 2. Norma, 3. Statistik, 4. Absolut. Namun keempat ukuran tersebut tidak dapat dilihat secara sederhana, karena terdapat relativitas. Relativitas tersebut mencakup perubahan perilaku, penguasa, reaksi berbeda, kontrol sosial, dan hukuman berbeda.
    Pertama akan dibahas mengenai relativitas. Dari segi perubahan perilaku yang dimaksud adalah belum tentu yang sekarang dikatakan penyimpangan, di masa depan dikatakan penyimpangan juga. Contoh: Sebelumnya etika kesopanan di kampus yaitu tidak diperbolehkan memakai celana jeans untuk perempuan. Namun, sekarang sudah tidak permasalahkan, sudah diperbolehkan.
   Untuk perbedaan reaksi misalnya dalam kasus merokok. Masyarakat melihat orang dewasa merokok dianggap wajar atau biasa saja. Tetapi ketika melihat anak kecil yang merokok dianggap tidak tepat. Sedangkan kontrol sosial yaitu penyimpangan dapat disebabkan tergantung dari orangtua atau teman sebaya.
    Selanjutnya adalah pembahasan mengenai empat ukuran yang menentukan perilaku menyimpang.
1. Pandangan Reaksi: Penyimpangan adalah perilaku atau kondisi yang dilabelkan menyimpang oleh orang lain. Bukan orangnya yang dicap, tetapi prilakunya, karena cap tersebut menimbulkan reaksi. Terdapat sesuatu yang dianggap aneh, sehingga masyarakat bereaksi. Namun pandangan reaksi ini tidak bisa dipakai penuh, atau tidak bisa diandalkan. Misalnya kasus korupsi.
2. Pandangan Norma: Norma yang menentukan menyimpang atau tifak. Aturan-aturan dalam masyarakat (tertulis/tidak) yang menentukan apakah itu menyimpang atau tidak
3. Pandangan Statistik: Dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut jarang dilakukan daripada perilaku lainnya. Tetapi ukurannya pada kondisi yang sama. Contoh: Di antara yang berambur pendek, ada satu yang berambut panjang. Jumlah atau angka yang sedikit, itu yang dikatakan menyimpang. Namun kelemahan dari statistik adalah setiap orang yang berbeda tersebut memiliki keunggulan.
4. Pandangan Absolut: "Sekali menyimpang maka tetap menyimpang." Penyimpangan dianggap penyakit, sesuatu yang sudah baku. Kondisi ini dianut oleh psikiater atau psikolog. Contoj: Pecandu obat bius, orang yang gila, atau yang melakukan buduh diri.

Pertanyaan dalam kelas: 
1. Apakah semua norma yang ada itu adalah hasil dari reaksi? Jawabannya tidak.
Di tengah masyarakat yang individualis, skeptis, reaksi terhadap perilaku yang salah atau permasalahan semakin hilang.
2. Apa yang menentukan suatu penyimpangan itu absolut? Absolut merupakan hasil dari rekasi/norma yang sudah ditinggalkan oleh reksi/norma itu senditi, tetapi tetap ada penyimpangan.

Minggu, 18 Maret 2018

Review #1 Mengkaji Norma dalam Perspekif Sosiologi Perilaku Menyimpang

Nama   : Fista Windy Destanti
NIM     : 4815153067
Prodi    : Pendidikan Sosiologi B 2015




Post kali ini akan berisi tentang review materi perkuliahan dalam mata kuliah Sosiologi Perilaku Menyimpang. Dalam pertemuan kedua (12/3/2018), membahas materi pertama mengenai gambaran umum tentang penyimpangan. Ruang lingkup pembahasannya adalah seputar interaksi, proses sosial, produk, norma, dan kekuasaan. Hal ini berkaitan dengan konsep "Manusia adalah makhluk sosial". Manusia dikatakan sebagai individu yang tidak dapat berdiri sendiri, lalu bagaimana jika manusia yang hidup di hutan? Apakah ia bisa bertahan hidup? Tentunya eksistensi sebagai manusia jadi teralienasi. Namun jika sebelumnya manusia tersebut sudah pernah hidup dengan lingkungan sosial (sudah pernah berinteraksi) makan ia masih bisa eksis. Jika tidak, manusia tersebut tentu tidak bisa tumbuh sebagai manusia. 
Untuk itu, kita perlu mengetahui konsekuensi atau urgensi dari konsep "manusia adalah makhluk sosial". Dalam hal ini, kita tentu perlu memahami bahwa perilaku manusia tidak muncul dengan sendirinya. Hubungan antar masyarakat terjadi melalui tiga tahap, yaitu:
1. Interaksi, dikaitkan sebagai cikal bakal manusia menjadi makhluk sosial. Melalui interaksi bukan hanya mendapatkan informasi, tetapi sosiologi mengjaki bahwa terdapat perbedaan persepsi yang diciptakan saat berinteraksi. Jika tidak ada interaksi, tidak ada pemaknaan antar manusia, sehingga tidak ada yang dihasilkan.
2. Proses sosial, di dalamnya terdapat pemaknaan-pemaknaan tertentu, sehingga kita dapat mengetahui "bagaimana kita menempatkan seseorang". Di dalam interaksi yang sama, proses sosial terdapat naik-turun, take and give, ada pertimbangan, dan ada kesepakatan. Dengan demikian, produk sosial yang dihasilkan adalah norma, secara umum.
3. Norma, dihasilkan dari interaksi dan proses sosial. Norma berarti aturan-aturan yang dibuat oleh seseorang berdasarkan proses sosial tadi. Norma teridiri dari empat macam, yaitu norma agama, norma hukum, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.

Dalam perspektif Sosiologi Perilaku Menyimpang, kajian norma menjadi sangat penting. Karena norma dijadikan sebagai patokan, untuk menilai apakah perilaku seseorang dikatakan menyimpang atau tidak. Norma-norma yang dilanggar dalam kajian Sosiologi Perilaku Menyimpang dibatasi, norma tersebut adalah norma-norma di masyarakat yang tidak jelas (tidak ada peraturan dalam suatu lembaga), namun keberadaannya kuat di tengah masyarakat. Norma bersifat tidak bagu, relative, dan dapat berubah. Perubahan norma dapat terjadi apabila semakin banyak yang melakukan penyimpangan, kemudian terjadi desakan. Sehingga tidak menjadi penyimpangan lagi.
Adanya norma bertujuan agar perilaku individu sesuai dengan harapan masyarakat. Yang dikaji oleh Sosiologi Perilaku Menyimpang adalah perilaku menyimpang dalam norma kesopanan, namun bukan berarti tiga macam norma lainnya tidak termasuk dalam kajian Sosiologi Perilaku Menyimpang, karena keempatnya saling berkaitan. Oleh karena itu, Sosiologi mempelajari perilaku menyimpang untuk mencari dasar-dasar bagi keteraturan sosial atau ketidakaturan sosial dalam masyarakat.